Oleh: Ali Usman*

FB_IMG_1458492008497

Sangatlah penting kemandirian suatu negara untuk memproduksi hasil bumi sendiri apalagi kita Indonesia memiliki keanekaragaman hayati ternak lokal yang melimpah seperti sapi bali, sapi madura, domba garut, kambing kacang, ayam kampung dan itik Seharusnya sumber tenak lokal ini memberi kontribusi untuk pertumbuhan Produk Bruto Domestik (PBD) nasional untuk mencukupi kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakatnya.

Produk peternakan sampai saat ini menjadi barang “mahal” di Indonesia seperti daging sapi, daging ayam, telur dan susu. Mahal dalam artian harga produk cukup tinggi apalagi pada waktu-waktu tertentu sehingga susah dibeli dan dijangkau bagi masyarakat kelas bawah. Padahal mereka juga punya kesempatan untuk bisa menikmati daging, susu dan telur lebih banyak.

Sampai saat ini, sektor ekonomi peternakan masih seksi untuk dibahas kalangan pengusaha, praktisi, akademisi, stakeholder, bahkan mahasiswa di perguaruan tinggi. Terdapat beberapa aspek yang benar-benar perlu diperhatikan terkait dengan pembangunan peternakan untuk menunjang ketahanan pangan nasional, apabila  dilihat sesuai jargon Presiden Jokowi yaitu mengimplementasikan Tri Sakti Bung Karno (berdaulat dalam bidang politik, berkepribadian dalam kebudayaan dan berdikari dalam bidang ekonomi) lengkap dengan konsep Nawacitanya.

Pertama, pemerintah harus sadar betul bahwa Indonesia sampai saat ini belum memiliki usaha pembibitan yang cukup untuk diandalkan. Bibit ternak seperti sapi merupakan aspek sangat penting keberadaanya untuk membangun kemajuan peternakan dengan orientasi sisi peningkatan populasi ternak. khusus untuk sapi, usaha pembibitan masih sulit berkembang sehingga tidak heran jika Indonesia masih banyak impor sapi bakalan dari negara lain seperti Australia.

Kedua, pemerintah Indonesia harus menghitung ulang dan jumlah angka kebutuhan nasional. Setiap daerah harus diperhitungkan lebih jelas pasokan dan kebutuhannya seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya karena daerah ini bisa dikatakan sebagai lumbang konsumsi daging nasional. Data yang akurat sangat penting agar tidak terjadi salah perhitungan.

Ketiga, menata ulang sistem pembangunan ekonomi peternakan rakyat dengan sistem kelompok atau kolektif disuatu tempat/lahan luas untuk peternakan. Untuk sektor hulu dimulai dari managemen pembibitan, pembesaran, dan penggemukan dengan baik yang perlu mendapatkan insentif dari pemerintah sehingga usaha ternak bisa berkelanjutan dan jauh lebih maju.

Dihilir termasuk pemasaran, pemerintah sebagai penguasa kebijakan publik perekonomian nasional untuk bisa melindungi para peternak rakyat dan pengusaha besar agar tetap kondusif sehingga diharapkan tidak ada mafia daging dan tidak ada permainan harga ternak lokal atau impor di pasar nasional. Sebagai contoh, hampir setiap menjelang hari raya besar seperti menjelang Idul Fitri, Idul Adha, harga daging sapi selalu tidak sama dan lebih tinggi dibandingkan di hari-hari biasanya. Dengan menata hilir peternak lokal juga diharapkan mendapat kesempatan untuk mengembangkan usahanya, bisa bersaing dengan peternak besar, dan mendapatkan profit yang besar juga.

Guna mewujudkan itu, sinergi antar lembaga baik pemerintah, asosiasi, dan swasta dibutuhkan untuk bersama-sama merencanakan, mengawasi, meneliti serta mengevaluasi dalam upaya  pembangunan ekonomi peternakan yang bertumpu pada peternak lokal. Pemerintah tdak bisa bergerak sendiri tanpa ada bantuan pihak terkait.

Peran perguruan tinggi juga sangat penting untuk membantu arah kebijakan pemerintah yang berorientasi peningkatan ekonomi kerakyatan. Perguruan tinggi diharapkan agar selalu berupaya memanfaatkan hasil produk akademisnya dari berbagai disiplin ilmu untuk bisa dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi kerakyatan.

Arah kebijakan yang pro rakyat akan sangat diapresiasi apabila berguna dan tepat sasaran. Sehingga melalui kebijakan itu bisa saja menjadi peluang besar untuk mampu mengekspor produk hasil negeri sendiri yang akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat.

Kokohnya suatu negera negara akan dilihat sebera besar kekuatan ekonomi yang dibangun untuk menunjang ketahanan pangan nasionalnya seperti yang menjadi jargon politik pemerintah saat ini. Tentu saja,  hal itu bukan pekerjaan yang gampang untuk dilakukan dalam periode lima tahun pemerintahan. Butuh perencanaan yang matang, anggaran yang efisien, koordinasi dan komunikasi pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan lapangan, dan pengawasan yang terintegrasi dengan evaluasi kerja. Jika jargon politik politik ini terimplementasi diharapkan pembangunan ekonomi peternakan lebih maju dan produktif sehingga Indonesia bisa mengeliminir ketergantungan ke negara lain yang pada akhirnya kedaulatan dan ketahanan pangan Indonesia yang menjadi impian mulia pemerintah bisa bener-bener terwujud.

 

       *Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

 

Di MUAT Majalah Nasional TROBOS Livestock (Media Agribisnis Peternakan)

SUARA KAMPUS: EDISI 195/TAHUN XVII/DESEMBER/2015 (Dimuat Kembali dengan Tujuan Pendidikan).

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »