Oleh : Biro Sapi Perah
Artikel ini tayang di detik Finance dengan judul “Aturan Beli Susu Diubah, Industri Tak Wajib Gandeng Peternak Lokal”
Penulis : Puti Aini Yasmin
Selasa, 14 Agustus 2018 13:18 WIB
Jakarta – Pemerintah mengubah aturan kewajiban importir untuk membeli susu dalam negeri. Alhasil, importir tidak lagi diwajibkan untuk membeli susu sapi lokal.
Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warsito menjelaskan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 dan direvisi menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pembelian Susu.
Dalam Permentan Nomor 30 pembelian susu sapi tidak menggunakan kata-kata ‘wajib’ seperti dalam Permentan Nomor 26. Kemudian dalam Permentan Nomor 33 tidak ada lagi sanksi bagi importir yang tidak membeli susu sapi lokal. “Permentan 26 itu sudah naik lalu muncul Permentan 30 yang merevisi kata-kata mewajibkan beli. Lalu, keluar Permentan 33 juga revisi sanksi ancaman jadi tidak bisa itu kalau mereka nggak beli dikurangi izin impor atau dicabut badan usahanya,” jelas dia kepada detikFinance, Selasa (14/8/2018).
Artikel ini tayang di detik finance dengan judul “Industri Tak Wajib Serap Susu Lokal, NasibPeternak?”,
Penulis : Puti Aini Yasmin
Selasa, 14 Agustus 2018 17:31 WIB
Peternak sapi perah/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta – Pemerintah mengubah aturan yang mewajibkan industri membeli susu dari peternak lokal. Bagaimana nasib peternak lokal setelah aturan tersebut berlaku? Menurut Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warsito dampak perubahan aturan membuat bisnis susu sapi perah makin terancam.
Pasalnya, dengan tidak adanya kewajiban tersebut harga susu sapi diperkirakan akan jatuh, namun hal itu baru berdampak pada empat hingga lima bulan ke depan.
“Hari ini belum terasa dampaknya, saya proyeksi dampak ke depan luar biasa, ya empat sampai lima bulan ke depan akan kelihatan. Harga bisa jatuh tapi belum dihitung berapa karena industri bisa memainkan harga,” kata dia kepada detikFinance, Selasa (14/8/2018). Apalagi, ditambah harga susu saat ini masih dinilai kurang karena belum menutupi biaya produksi sebesar Rp 6.500 perliter.”Harga yang kami terima saat ini Rp 5.300 per liter. Tapi itu belum menutupi biaya produksi yang kalau dihitung itu harganya sampai Rp 6.500 per liter minimal. Jadi ini jelas mengancam,”tegasnya.
Artikel ini tayang di detik Finance dengan judul “Tak Wajibkan Industri Serap Susu Lokal, Ini Alasan Kementan”
Penulis : Puti Aini Yasmin
Selasa, 14 Agu 2018 18:29 WIB
Foto: Muhammad Idris
Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) mengubah aturan industri wajib menyerap susu sapi dari peternak lokal. Permentan Nomor 26 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 33 Tahun 2018. Apa alasannya?
Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Ketut Diarmita kebijakan tersebut dikeluarkan karena Amerika Serikat (AS) mengancam akan mencabut produk ekspor Indonesia dari Generalized System of Preferance (GSP) sehingga bisa menurunkan nilai ekspor Indonesia. “Penyusunan Permentan No 30/2018 yang merupakan revisi dari Permentan No 26/2017.
Dalam Permentan No 30/2018 prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi,” jelas dia kepada detikFinance, Selasa (14/8/2018).
“Perubahan ini dilakukan karena ada keberatan dari AS dan ancaman akan menghilangkan program GSP terhadap komoditi ekspor kita, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor produk Indonesia ke AS,” sambung dia.
Menurut Ketut, meski tak mewajibkan penyerapan susu lokal, Kementan tetap meminta industri mengutamakan susu dari peternak lokal. Lebih lanjut, Ketut memaparkan pada dasarnya aturan tersebut tetap mendukung peningkatan produksi susu lokal walaupun tidak mewajibkan. “Dengan perubahan Permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningkatan populasi dan produksi susu segar dalam negeri (SSDN). Pelaksanaan kemitraan ini tetap kita dorong untuk dilakukan oleh seluruh pelaku usaha persusuan nasional,”tutupdia.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warstio mengaku hingga saat ini pihaknya belum berbicara secara formal terkait perubahan aturan tersebut.”Kecewa nggak diajak musyawarah tiba-tiba permentan ini keluar. KIta pun belum dapat penjelasan secara formal baru dari direktorat,” tutup dia.(hns/hns)
Artikel ini tayang di Sindonews.com dengan judul “Kementan Minta Pelaku Usaha Gandeng Peternak Bangun PersusuanNasional”
Penulis : Sudarsono
Jum’at, 24 Agustus 2018 – 21:04 WIB
Kementan minta pelaku usaha gandeng peternak bangun persusuan nasional. Foto/Dok.Kementerian Pertanian
BANDUNG – Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan meminta pelaku usaha menggandeng peternak sapi perah untuk membangun persusuan nasional. Tujuannya agar produk susu Indonesia memiliki daya saing tinggi sehingga mensejahterakan peternak.”Saya meminta integrator dan IPS bermitra dengan peternak sapi perah agar hasil susunya berkualitas,” ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita pada rapat pembahasan nasib persusuan nasional di Bandung, Jumat (24/8/2018).
Permintaan ini implementasi dari Sosialisasi Revisi Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu Segar Dalam Negeri yang digelar di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jawa Tengah beberapaharilalu.
Ketut mengungkapkan selama satu minggu ini, dirinya berkeliling dari Jawa Timur ke Jawa Tengah dan selanjutnya hari ini ke Jawa Barat membahas nasib persusuan nasional, terutama keberlangsungan usaha peternak sapi perah ke depan. “Di sini saya ingin mengkomunikasikan dengan integrator, IPS (Industri Pengolahan Susu), koperasi dan peternak bahwa meski keberadaan Permentan 26 direvisi, namun bukan berarti kita harus larut di dalamnya,” sebutnya. Ia menegaskan perubahan peraturan bukan karena adanya tekanan dari Amerika Serikat, namun karena adanya kepentingan nasional yang lebih besar dalam perdagangan dunia. Jadi, perubahan ini adalah wujud nyata dari kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO. “Sehingga Indonesia harus mensinergiskan semua peraturan dengan aturan di WTO, terutama terkait dengan ekspor-impor,” sambung Ketut.
Lebih lanjut Ketut menjelaskan, adanya Permentan Nomor 33/2018 bukan berarti kemitraan hilang. Karena dalam peraturan di dunia ini tidak ada yang melarang pelaku usaha dan peternak untuk melakukan kemitraan (partnership). Dalam menghadapi era perdagangan bebas saat ini harus dengan cara bijak, terutama dalam upaya meningkatkan produksi susu di dalam negeri yang berkualitas dan berdayasaing.
“Pulau Jawa merupakan sentra persusuan nasional. Namun setelah berkeliling di beberapa wilayah ternyata permasalahan yang di peternak sapi perah saat ini adalah kualitas susu, handling ternak, perkandangan, jumlah bakteri yang ada dan kualitas pakan yang masih kurang,” terangnya. Secara tegas Ketut meminta integrator dan IPS agar tergugah hatinya bermitra dengan peternak yang merupakan bentuk dari komitmen dan integritas terhadap bangsa. Untuk itu, Kementan terus mengimbau para pelaku usaha (integrator dan IPS) dapat menyerap susu segar dari dalam negeri dan peternak juga harus siap meningkatkan produksi dan kualitas, sehingga harus berimbang.
“Hidup harus saling menolong, tolonglah peternak yang saat ini sedang menjerit, bermitralah dengan peternak,” imbaunya.
“Jangan berpikir untuk impor dan impor, namun sapi perah di dalam negeri tidak berkembang, sehingga kita diketawakan oleh bangsa lain. Gunakan hasil dari peternak kita, dan buatlah kemitraan dengan peternak atau Gabungan Kelompok Ternak atau koperasi,” tandas Ketut.
Artikel ini tayang di kumparan.com dengan judul “Pasuruan akan Terima Hibah 10 Sapi Perah dari Kementan RI”
Penulis :WartaBromo
Rabu 29 Agustus 2018 – 11:18 WIB
Peternak memberi pakan sapi di Pasuruan. (Foto untuk Ilustasi)
KEMENTERIAN Pertanian RI akan menghibahkan 10 sapi perah kepada Kabupaten Pasuruan. Sapi untuk pembibitan ini, bakal dibagikan kepada kelompok ternak di Kecamatan Tutur.
Ari Widodo, Kabid Produksi Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan mengatakan, tahun lalu pihaknya telah mengirimkan e-proposal permintaan sapi perah ke Kementerian Pertanian.“Setelah 2 tahun tak pernah lagi mendapatkan bantuan atau hibah sapi dari Pusat, akhirnya tahun ini ada sinyal positif bahwa akan kembali ada penerimaan hibah sapi- sapi bibit atau sapi betina untuk sapi perah di Kabupaten Pasuruan,” jelasnya.
Ditambahkan, ada 1 kelompok peternak dari Nongkojajar, Kecamatan Tutur yang akan mendapatkan hibah sapi perah. Peternak Nongkojajar dipilih karena memiliki tingkat produktifitas tinggi. Dinas Peternakan perkirakan bantuan bisa turun tahun ini, lantaran dari pusat sudah melakukan survey dan datang ke kelompok peternak di Kecamatan Tutur beberapa bulan lalu. “Peternak di Nongkojajar sangat maju, dan beberapa kali mendapatkan penghargaan. Jadi optimis bisa datang karena sudah disurvey,” tegasnya.
Sapi bibit yang akan dikirim ini merupakan sapi yang sudah besar, dengan usia 1,5 tahun dan sudah siap untuk memproduksi susu. “Kalau bantuannya sudah fix, tapi untuk kapan datangnya, kami hanya bisa menunggu. Semoga dalam waktu dekat,” pungkas Ari.
Artikel ini tayang di Jawapos.com dengan judul “Berusaha Wujudkan Swasembada Susu, Peternak Sapi Perah Lakukan Ini”
Penulis : Teguh Jiwa Brata
01/09/2018, 03:10 WIB
Peternak sapi loka (Marieska Harya Virdhani / JawaPos.com)
JawaPos.com– Peternak sapi mencatat angka konsumsi susu di Indonesia masih rendah. Hanya sebesar 12 liter per orang per tahun, dibandingkan negara lain di ASEAN yang mencapai lebih dari 20 liter per kapita per tahun. Sementara itu, bahan baku produksi susu sebagian besar masih diimpor.
Peternak sapi lokal berupaya mengejar pemenuhan kebutuhan bahan baku susu segar untuk industri susu dalam negeri tersebut. Hal ini juga seharusnya sejalan dengan target pemerintah mencapai swasembada susu Maka dari itu, enam koperasi dan kelompok peternak sapi di Jawa Barat melakukan penandatanganan perjanjian (MoU) bersama PT Frisian Flag Indonesia. Enam koperasi itu adalah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang; Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan; Koperasi Bayongbong Garut; Koperasi Saluyu Kuningan; Kelompok Peternak Sinar Mulya; dan Kelompok Peternak Lembah Kemuning.
“Melalui penandatanganan MoU ini, para peternak memiliki kesempatan untuk terlibat dalam berbagai program pemberdayaan yang dijalankan. Maka kami mengembangkan diri untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil susu ternak yang sangat berpengaruh bagi kesejahteraan peternak sapi perah serta meningkatkan konsumsi,” kata Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) sekaligus Ketua KPSBU Lembang, Dedi Setiadi dalam keterangan tertulis, Jumat (31/8).
Corporate Affairs Director FFI Andrew F. Saputro mengatakan peran peternak sapi perah lokal Indonesia memastikan kelancaran produksi produk susu dengan menyediakan bahan baku susu sapi segar berkualitas. Karena itulah kemitraan dengan koperasi susu dan kelompok peternak sapi perah sudah lama dilakukan. “Jauh sebelum adanya Permentan Nomor 26/2017, kami memang telah dan akan terus melanjutkan kemitraan dengan para peternak sapi perah lokal. Bahkan kemitraan ini tidak hanya terbatas pada penyerapan bahan baku susu segar untuk diproduksi, namun juga menjadi upaya pemberdayaan peternak,” paparnya.
Salah satunya mendorong peternak untuk menjalankan tata kelola dan tata laksana peternakan yang baik (Good Dairy Farming Practice-GDFP). Ada pula sebuah Desa Susu (Dairy Village) yang akan diluncurkan dalam waktu dekat ini.
“Desa Susu ini bisa menjadi proyek percontohan GDFP bagi peternak di Indonesia,” ujar Andrew. Berbagai program yang akam dijalankam peternak sapi perah di antatanya:
- Farmer2Farmer, program berbagi ilmu antara peternak sapi perah Belanda dan peternak sapi perah lokal.
- Young Farmer Academy, penjaringan dan pendampingan generasi muda untuk menjadi peternak sapi perah dan membangun organisasi peternak muda.
- Milk Collection Point (MCP), penyediaan tempat penampungan susu yang dilengkapi dengan sistem otomasi.
- BEWARA radio dan majalah program komunikasi dan pembinaan dua arah bagi peternak sapi perah.
- Dairy Village, program peternakanyangmodern (menggunakan teknologi), berkelanjutan, dan juga ramah lingkungan.(ika/JPC)
Biro Media Informasi © 2018